Foto: RamahNUsantara (13/10/17) |
RamahNUsantara, Jakarta – Diskusi publik bulanan mengangkat tema, “Urgensi Dakwah di Masyarakat Perkotaan dan Perkantoran”. Acara yang dimulai dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an dan menyanyikan lagu Indonesia Raya ini, di selenggarakan oleh LTN PBNU, Majalah Cetak Risalah NU, NU Online, dan Chanel 164 bertempat di gedung PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat. Kamis Malam, (12/10/17).
Diskusi Publik dihadiri para pembicara, KH. Maman Imanulhaq, Ketua LD PBNU, KH. Dr. Asrorun Niam, Katib Syuriah PBNU, Ustadz Ali Sobirin, Wakil Ketua LTM PBNU, H. Asrori Karni, Redaktur Senior Gatra, H. Syamsul Huda, Ketua Lazisnu dan Hari Usmayadi, Ketua LTN PBNU.
Dalam paparannya, Ketua LTN PBNU, cak Usma panggilan kesehariannya, mengatakan, “Betapa pentingnya NU untuk memahami profil masyarakat perkotaan sehingga bisa tepat sasaran dalam mengemban dakwah di perkotaan”, ungkapnya, mengawali diskusi sebagai pemantik, sekaligus moderator.
Melanjutkan paparannya, cak Usma, menjelaskan tentang berbagai data terkait dengan demografi masyarakat perkotaan dan tentang analisis SWOT terhadap tujuan dakwah NU.
Sedangkan, Ketua LD PBNU, KH. Maman Imanulhaq memaparkan dengan lebih rinci tentang fenomena ghirah keagamaan masyarakat perkotaan yang mulai muncul sejak tahun 1980an. "NU sebagai organisasi besar mau tidak mau harus menyesuaikan dalam metode dakwah yang digunakan", Katanya.
“NU saat ini mestinya tidak hanya berfokus pada masalah substansial, namun juga harus memperhatikan simbol-simbol keagamaan. Hal ini dikarenakan masyarakat perkotaan saat ini lebih berfokus pada penggunaan simbol agama tersebut. Dua hal itu, yaitu memperhatikan simbol agama dan tetap menjaga substansi ajaran agama menjadi penting untuk diperhatikan”, ungkap kang Maman panggilannya dikalangan NU.
Baca Juga: Strategi Dakwah di Perkotaandan Perkantoran
Sementara itu, Katib Syuriah PBNU, KH. Dr. Asrorun Niam menjelaskan permasalahan dakwah NU dari sisi yang lain.
“NU mesti tidak lagi mengedepankan cara dakwah yang konfrontatif namun akan lebih baik jika NU melakukan sinergi pendampingan terhadap objek dakwah. Cara ini diyakini efektif dengan satu syarat yaitu dibutuhkan sikap yang istiqomah. Dengan harap metode ini secara pelahan NU akan mewarnai kegiatan-kegiatan di sekitar objek dakwah”, jelasnya.
Diskusi malam hari ini dimanfaatkan oleh Ketua Lazisnu, Syamsul Huda, dengan paparannya, mengatakan, “Untuk melakukan introspeksi bersama, betapa NU sebenarnya telah tertinggal dengan organisasi lain dalam manajemen zakat dan sodaqoh, apalagi di kalangan perkotaan dan perkantoran”, ungkapnya.
Ia juga menjelaskan banyak fakta tentang hal ini. Namun demikian Ia tetap optimis bahwa NU akan bisa menjadi lebih baik terutama dalam hal pengelolaan zakat yang profesional sebagai syarat menjangkau target masyarakat perkotaan dan perkantoran.
Foto: RamahNUsantara (13/10/17) |
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Asrori Karni, redaksi senior majalah Gatra. Ia menganalisis perkembangan dakwah perkotaan dari sejak orde baru hingga saat ini.
“Jika melihat dari perjalanan waktu, NU saat ini mengalami akselerasi yang besar. Terbukti dengan banyaknya nahdhiyin yang berkiprah di berbagai bidang, sehingga dalam konteks dakwah kepada masyarakat perkotaan dan perkantoran ini, optimis akan melakukan akselerasi dari ketertinggalan pada saat ini”, katanya.
Diskusi yang sangat menarik ini terbatasi oleh waktu yang sudah malam, sehingga proses tanya jawab menjadi kurang optimal, sebagian peserta yang belum puas, masih terlibat diskusi panjang setelah acara resmi ditutup.
Namun demikian diskusi ini, menyisakan PR panjang bagi NU yang mana hal itu tidak bisa dikerjakan secara sendiri-sendiri. Dibutuhkan sinergi, kekompakan dan keistiqomahan semua pengurus dan jam’iyah NU secara umum untuk menjawab semua tantangan tersebut.
(M. Fakhrurrozi/Syarif)