1. Merasa senang dengan kebodohan.
2. Tamak dengan dunia.
3. Bakhil dengan kelebihan harta.
4. Beramal disertai riya’
5. Selalu merasa bangga diri di atas yang lainnya”
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ (أَمَّا بَعْدُ) فَقَالَ تَعَالَى وما أمروا الاليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلوة ويؤتوا الزكوة وذلك دين القيمة
Marilah di hari ini kita mempertebal ketaqwaan kita kepada Allah dengan menghindarkan diri dari kecurangan,kebohongan dan berbagai sifat tercela lainnya. Karena dengan demikian kita dapat istiqamah berusaha menjadi orang yang saleh
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Apa yang hendak disampaikan khatib pada khutbah kali ini sebenarnya berasal dari satu pertanyaan asasi. Manakah sebenarnya yang lebih dulu ada di dunia ini, kegegelapan lantas disusul dengan terang. Ataukah terang yang kemudian dinodai dengan kegegelapan?
Dalam sebuah perkataanya sahabat Ali Karaamallhu Wajhah pernah berkata “andaikan tidak ada lima keburukan didunia ini, tentunya manusia menjadi orang saleh semua. Kelima keburukan itu adalah 1) merasa senang dengan kebodohan. 2) tamadk dengan dunia. 3) bakhil dengan kelebihan harta. 4) riya’ dalam beramal dan 5) membanggakan diri”. Dalam teks arabnya berbunyi demikian:
عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَوْلَا خَمْسَ خِصَالٍ لَصَارَ النَّاسُ كُلُّهُمْ صَالِحِيْنَ اَوَّلُهَا اَلْقَنَاعَة ُبِالجَهْلِ وَالْحِرْصُ عَلَى الدُّنْيَا وَالشُّحُّ بِالْفَضْلِ وَالرِّياَ فِى الْعَمَلِ وَالْإعْجَابُ بِالرّأيِ
Demikian keterangan Sayyidina Ali tentang lima hal yang merusak susunan masyarakat muslim sehingga terjebaklah mereka dalam kenistaan. Sebagaimana akan diterangkan satu persatu dibawah ini.
Pertama, merasa senang dengan kebodohan, artinya adalah membiarkan diri bahkan merasa nyaman dengan ketidak tahuan dalam masalah agama. Sebagaimana banyak terjadi pada muslim masa kini di perkotaan yang tiap harinya disibukkan dengan urusan bisnis dan bermacam pekerjaan demi mencapai cita-citanya. Sedangkan masalah ke-islaman cukup dipasrahkan saja kepada para ustadz yang dipanggil ketika dibutuhkan. Entah untuk berdoa, untuk ditanya ataupun sekedar dijadikan teman curhatnya.
Tidak ada dalam dirinya keinginan belajar dengan sungguh-sungguh apa itu Islam dan bagaimana seharusnya menjadi muslim yang baik. Tidak pernah ingin tahu cara shalat dan wudhu yang benar. Mereka sudah puas dengan pengetahuan yang didapatnya dari teman atupun dari meniru tetangga.
Paling-paling belajar keislamannya didapat dari tayangan televisi pada kuliah subuh dan dalam broadcast- broadcast semacamnya.
Memang itu tidak salah, tapi semua itu menunjukkan ketidak seriusan keislaman mereka dibandingkan dengan keseriusannya belajar ilmu pengetahuan atupun kesibukannya mengurus berbagai urusan dunia. Orang seperti ini seharusnya mengingat pesan Rasulullah saw:
اللهُ يَبْغَضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِاْلأَخِرَةِ رواه الحاكم
Allah membenci orang yang pandai dalam urusan dunia tetapi bodoh dalam urusan akhirat.
Ma’asyiral Mukminin Rahimakumullah
Kedua, tamak dengan dunia dan ketiga bakhil dengan kelebihan harta, kedunya merupakan pasangan yang selalu terkait bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Karena siapapun yang tamak dan merasa kurang dengan berbagai kepemilikan hartanya pastilah dia akan berlaku bakhil dan sangat sayang dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
Dalam kesempaatan lain Rasulullah saw pernah menyinggung tentang ketamakan. Beliau berkata yang artinya bahwa mencintai harta adalah sumber segala kecelakaan dan keburukan. Baik keburukan fisik maupun mental. Mari kita bersama-sama berintropeksi diri mengapa diri ini seringkali masuk angin gara-gara terlalu sering di jalan demi mengejar satu pekerjaan. Betapa para pebisnis itu sering kali keuar masuk rumah sakit berganti-ganti penyakit karena komplikasi yang disebabkan kurangnya perhatian dalam mengurus diri dan lebih suka mengejar materi. Meskipun ini bukanlah hukum universal yang dapat diterapkan pada semua orang, tetapi minimal menjadi pelajaan bagi kita yang mengerti. Betapa kecintaan dan ketamakan dunia selalu membawa petaka. Belum lagi petaka mental yang merusak negeri ini. Korupsi, kolusi dan juga kebiasaan berbohong demi citra diri semua bermuara pada satu kata ‘tamak terhadap dunia’. Untuk hal ini khatib lebih baik tidak banyak komentar karena semua jam’ah telah mafhum adanya.
Rasulullah saw pernah bersabda:
الزّهْدُ فِى الدُّنْيَا يُرِيْحُ الْقَلْبَ وَالبَدَنَ وَالرُّغْبَةُ فِيْهَا تُتْعِبُ اْلقَلبَ وَاْلبَدَنَ رواه الطبرانى
Zuhud (tidak suka) dunia sangat menyenangkan hati dan badan. Sedangkan cinta dunia sangat melelahkan hati dan badan.
Demikianlah bahwa kebakhilan ataupun kepelitan merupakan dampak sistemik yang tidak terhindarkan dari ketamakan dunia. Dan kebakhilan pasti akan menjauhkan seseorang dari Allah, surga dan sesama manusia. Itu artinya kesalehan bagi orang yang bakhil adalah angan-angan belaka. Dan jikalau ada keselahan di sana pastilah itu hanya kesalehan yang semu. Karena hadits Rasulullah tentang kebakhilan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan surga serta manusia sesama adalah hadits Shahih.
Para Jama’ah yang Dirahmati Allah
Keempat, riya dalam beramal. Riya’ adalah pamer yaitu melakukan satu amal ibadah (agama) dengan maksud mendapatkan pujian dari manusia. Atau dengan bahasa yang agak kasar riya dapat juga dikatakan dengan mengharapkan nilai dunia dengan pekerjaan akhirat. Rasulullah saw menegaskan bahwa riya termasuk dalam kategori syirik kecil (as-syirikul asyghar) dalam salah satu sabdanya “sesungguhnya sesuatu yang sangat saya khawatirkan atas dirimu adalah syirik kecil, yaitu riya” (HR.Ahmad).
Disebut demikian karena perwujudan riya yang sangat halus dan tidak kentara. Adanya hanya dalam hati. Tidak ketahuan di dalam tindakan diri. Para sufi mengibaratkan halusnya riya seperti semut hitam yang merayap di atas batu keras warna hitam di tengah pekat malam. Begitu halusnya riya hingga seringkali mereka yang terjangkit penyakit ini seringkali tidak sadar.
Fudhail bin Iyadh seorang sufi pernah mencoba menjabakan tentang riya dengan bahasa keseharian katanya: ”jika datang seorang pejabat kepadaku, kemudian aku merapikan jenggotku dengan kedua belah tanganku, maka aku benar-benar merasa khawatir kalau dicatat dalam kategori orang-orang munafik”
Demikianlah hendaknya segala apa yang dilakukan manusia disandarkan kepada Allah swt. Tidak hanya semata mempertimbangkan kepentingan manusia. Apalagi jika berhubungan dengan amal ibadah murni seperti shalat, baca al-qur’an, zakat dan lainnya maka Allah swt mengancam mereka yang mendustainya dengan neraka Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ اللهَ حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى كُلِّ مُرَاءٍ
Sesungguhnya Allah swt mengharamkan surga bagi orang yang riya.
Dan kelima, adalah ujub atau membanggakan diri. Yaitu merasa diri paling sempurna dibandingkan dengan yang lain. Ketidak bolehan perasaan ujub ini dikhawatirkan pada lahirnya kesombongan, dan kesombongan itu sendiri merupakan sifat Allah yang tidak boleh ada dalam diri manusia.
Demikianlah lima hal yang menurut Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah dapat menghalangi seseorang menjadai seorang yang saleh.
Demikianlah khotbah singkat kali ini, semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan yang mendalam, bagi kita semua amin.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ
(nu.or.id) رَؤُوْفٌ رَحِيم
(nu.or.id) رَؤُوْفٌ رَحِيم