Foto: www.nu.or.id |
RamahNUsantara, Jakarta, - Permasalahan kehidupan selalu saja ada dalam pengalaman hidup seorang manusia selama ia masih tinggal di dunia ini. Permasalahan atau di lain sisi persoalan adalah “unsur” yang menciptakan dinamika kehidupan di dunia ini. Karena permasalahan kehidupan adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Permasalahan kehidupan sering disebut dengan musibah atau fitnah, beberapa orang bahkan menyebutnya dengan ekstrim “celaka”. Padahal sebenarnya ada perbedaan mendasar perspektif orang memandang permasalahan (persoalan) sebagai musibah atau celaka. Bagi orang yang mengerti dan memahami ilmu Allah Swt, ia akan selalu memandang permasalahan sebagai ujian kenaikan kelas saja, kalau bukan teguran dari Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Atau hal itu sekedar prosesi pembersihan keburukan, dosa, atribut dan predikat duniawi yang menghinakan dirinya agar terpandang mulia dihadapan Allah Swt dan penduduk langit. Karenanya dia memperoleh hikmah dan ilmu dalam setiap peristiwa kesulitan yan ia hadapi, putus asa adalah pantang bagi orang semacam ini.
Jika kita pahami lebih dalam lagi, jarak antara sulit dan mudah adalah nikmat. Apabila seseorang selalu mendapatkan kemudahan di dalam melakukan suatu pekerjaan maka tidak akan terasa nikmatnya berusaha, atau berjuang. Apalagi jika mendapatkan kesulitan terus menerus, nikmat tak dapat alih-alih bisa menjadi kufur, dan kondisi itu (susah terus menerus) dalam perspektif manusia dewasa matang dalam beragama rasanya tidak mungkin, pasti Allah beri kemudahan, peluang, tinggal bagaimana kita bersyukur dari setiap kesempatan dan nikmat yang ada, walaupun nampak sederhana atau sedikit. Kesulitan-kemudahan, jarak diantaranya adalah nikmat yang perlu dijalani dengan rasa sabar dan syukur.
Ilustrasi: suyudlukman (12/10/17) |
Maka hasil dari suatu pekerjaan akan terasa nikmat yang mendalam setelah melalui beberapa kesulitan, kemudian datanglah kemudahan. Jarak antara sulit dan mudah yang makin jauh, maka rasa nikmatnya akan semakin lezat. (nafsqofish)
Nabi Muhammad Saw pernah duduk-duduk dekat sebuah batu. Lalu beliau bersabda, “jika ada kesulitan itu datang kemudian masuk ke dalam batu ini, kemudahan akan datang dan masuk pula ke dalam batu ini, kemudian mengeluarkan kesulitan tadi. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat, karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”. (HR. Ibnu Abi Hatim).
Bagaimana agar hati (qalbu) kita selalu terpaut kepada Allah?, sehingga haqulyakin semua atas-Nya, karena-Nya, bersama-Nya, hanya ada Allah Swt dalam sanubari kita.
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(suyudlukman-pdk.ranggon)